Cari Info Cirebon


Gedung-gedung Kolonial Cirebon
Gedung Bank Indonesia (BI) Cirebon

Dari catatan sejarah Gedung Bank Indonesia Cirebon, perencanaan arsitektur gedung yang sekarang menjadi bagian dari Gedung Bank Indonesia Cirebon itu dilakukan oleh Biro Arsitek F.D. Cuypers & Hulswit.

Gedung Bank Indonesia Cirebon in sebelumnya merupakan Kantor Cabang ke-lima dari De Javasche Bank (DJB), yang dibuka pada 31 Juli 1866 dengan nama Agentschap van De Javasche Bank te Cheribon, namun baru beroperasi pada 6 Agustus 1866.

Alamat : Jl. Yos Sudarso No. 5-7, Cirebon
Beberapa makanan khas Cirebon yaitu Empal Gentong, Empal Asem, Nasi Lengko, Mie Koclok, Nasi Jamblang, & Tahu Gejrot.




Krupuk Melarat
Sirup Tjampolay





Gambar pembangunan balai kota Cirebon

Gedung-gedung Kolonial Cirebon
Gedung Balai Kota Cirebon (Raadhuis Cheribon)

Didesain oleh arsitek J.J. Jiskoot, tahoen 1927
Balai Kota (Raadhuis), atau Balai Udang sebagaimana disebutnya oleh rakyat, dibangun pada tahun 1927 dalam gaya arsitektur Art Deco berdasarkan karya J.J. Jiskoot, Kepala Dinas PU Cirebon pada tahun 1927. Delapan ekor udang yang merayap di kedua "menara" nya menegaskan riwayat Cirebon sebagai kota udang.
Alamat : Jl. Siliwangi No. 84, Kamp. Tanda Barat, Kec. Kejaksan
Gedung-gedung Kolonial Cirebon
British American Tobacco (BAT) Cirebon
Gedung BAT Cirebon yang mulai digunakan pada tahun 1924 ini dirancang oleh arsitek F.D. Cuypers & Hulswit bergaya Art Deco, sebuah gaya bangunan yang bermula pada awal 1920-an dan terus digunakan sampai setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Alamat : Jl. Pasuketan, Kampung Kebumen, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk-Cirebon



Gedung-gedung Kolonial Cirebon
Stasiun Kejaksan Cirebon

Gedung Stasiun Cirebon/Kejaksan pada saat dibangun pada tahun 1920, diprakarsai oleh seorang arsitek Pieter Adriaan Jacobus Moojen (1879–1955) dalam gaya arsitektur campuran art nouveau dengan art deco,Dua "menara"-nya yang sekarang ada tulisan CIREBON dulu ada tulisan KAARTJES (karcis) di sebelah kiri dan BAGAGE (bagasi) di sebelah kanan.

Alamat : Jl. Siliwangi, Kebonbaru, Kejaksan, Cirebon


Lokasi: Jl. Siliwangi No. 84, Kampung Tanda Barat, Kelurahan Kejaksan, Kecamatan Kejaksan
Koordinat : 06º 42' 394" S, 108º 33' 492" E

Bangunan peninggalan masa kolonial lainnya misalnya Balai Kota Cirebon. Gedung ini terletak di Jl. Siliwangi No. 84, Kampung Tanda Barat, Kelurahan Kejaksan, Kecamatan Kejaksan tepatnya pada koordinat 06º 42' 394" Lintang Selatan dan 108º 33' 492" Bujur Timur. Di sekitar gedung merupakan perkantoran dan pemukiman. Di sebelah utara terdapat Rumah Dinas Kepala PT. KAI DAOPS III Cirebon, sebelah timur merupakan ruas Jl. Siliwangi, sebelah selatan pemukiman penduduk, dan sebelah barat adalah ruas Jl. Setasiun Kereta Api.
Pembangunan gedung ini diprakarsai oleh Jeskoot, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Stadsgemeente Cheribon, sedangkan perancangnya dikerjakan oleh dua orang arsitek bernama H.P Hamdl dan C.F.H. Koll. Bangunannya berbentuk anjungan kapal yang puncaknya dihiasi dengan empat ekor udang, binatang air yang lazim digunakan untuk julukan kota ini. Langgam arsitektur bangunan ini bergaya art deco yang sedang popular pada sekitar tahun 1920-an.
Gedung yang berdiri pada lahan seluas ± 15.770 m2 ini bertembok warna putih dan bertekstur halus, dibangun menghadap ke timur, dari bahan utama bata merah, batu, kapur, kayu jati, tegel dan marmer. Pada waktu itu balaikota terdiri atas gedung inti dan gedung penunjang pada sebelah utara dan selatan. Gedung inti dibangun dua lantai, apabila berdiri pada bagian lantai 2 dapat dilihat keindahan pemandangan laut lepas dan Pelabuhan Muara Jati. Sementara pada bagian bawah tanah terdapat terowongan yang menurut tradisi, dulu merupakan tempat perlindungan dan jalan pintas menuju laut atau tempat melarikan diri apabila terjadi penyerangan.

Pembangunan Balaikota Cirebon merupakan pengejawantahan peningkatan kepentingan Pemerintah Hindia Belanda terhadap kota pelabuhan ini, yang pada awal abad ke-20 telah menempati peringkat ke-4 terbesar di Jawa. Pada 1 April 1906 Cirebon diresmikan menjadi Gemeente (Kotapraja), dan pada tahun 1926 statusnya ditingkatkan lagi menjadi stadsgemeente. Untuk menunjang kegiatan lembaga pemerintah ini, maka dibangunlah Staadhuis (Balaikota), Raadhuis (Dewan Perwakilan Kota) serta infrastruktur kota lainnya.
Gedung ini semula berfungsi sebagai Raadhuis (Dewan Perwakilan Kota) yang merupakan pusat administrasi Kotapraja Cirebon. Ketika itu, gedung ini juga kerapkali digunakan sebagai tempat petemuan dan pesta pernikahan kalangan bangsa Eropa. Pada masa Pemerintahan Militer Jepang hingga masa kemerdekaan gedung ini menjadi pusat Pemerintahan Kota Cirebon.
Gua Sunyaragi
Di antara situs-situs peninggalan sejarah dan purbakala di Cirebon, gua Sunyaragi adalah paling menarik untuk dikaji. Situs tersebut sebenarnya merupakan kompleks bangunan-bangunan kuno bekas taman sari dan pesanggrahan. Letaknya termasuk ke dalam wailayah kelurahan Sunyaragi, kecamatan Kesambi Kota Cirebon dan berada di atas tanah milik keraton Kasepuhan secara turun temurun.
SMK Negeri 1 Cirebon
Pintu Gerbang SMAN 7 Cirebon
Unswagati Kampus I
Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
SMK Negeri 1 Cirebon

Keliling Kompleks Pendidikan di Jalan Perjuangan : SMK Negeri 1 Cirebon, SMA Negeri 4 Cirebon,SMA Negeri 7 Cirebon, SMK Nasional, SMK Taman Siswa, IAIN, UNTAG, UNSWAGATI, UNTAG PERHOTELAN, UNTAG PASCA.

Radar Cirebon adalah surat kabar harian pagi yang terbit di Cirebon, Jawa Barat. Harian ini masih satu grup dengan Jawa Pos. Radar Cirebon memiliki sirkulasi di Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka. Saat ini Radar Cirebon juga mengembangkan Radar Indramayu, Radar Kuningan dan Radar Majalengka, guna menyajikan berita-berita lokal yang lebih banyak.

Kompleks Stadion Bima
Stadion Bima merupakan sebuah stadion yang berada di wilayah Kota Cirebon, Jawa Barat. Stadion ini dibangun oleh Pertamina dan berada di komplek perumahan Pertamina, Kota Cirebon, Jawa Barat. Stadion ini memiliki kapasitas sekitar 15.000 penonton serta memliki fasilitas yang cukup baik dan pernah menjadi kandang klub Divisi Utama Persikab Bandung.


Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Sholat jum’atlah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kasepuhan, selain suasananya yang terasa beda, karena masjid ini adalah masjid kuno yang dibangun pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati pada tahun 1480 M (abad 15). Anda juga akan berkesempatan mendengarkan adzan pitu, yaitu adzan yang dikumandangkan oleh tujuh orang muadzin secara bersamaan. Walaupun lafal/bacaan yang dikumandangkannya sama, namun dengan dikumandangkan oleh tujuh orang sekaligus, kita akan merasakan getaran yang berbeda saat mendengarkannya.
Kompleks Masjid Agung Sang Cipta Rasa




Pintu Gerbang Masjid Agung Sang Cipta Rasa



Halaman Dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa
surat kabar yang masih terbit diantaranya : Radar Cirebon dan Kabar Cirebon.
Seluruh media televisi nasional saat ini telah disiarkan di Cirebon. Selain itu terdapat beberapa stasiun televisi lokal seperti CIREBON TV, Radar Cirebon Televisi (RCTV) dan DAIRI TV.

Kota Cirebon memiliki 16 stasiun radio, di antaranya:
DAIRI 87.6 FM
G-Radio FM 99,6
Ci Radio FM 90.2
Radio Simpati FM 88.3
Kita FM 105.6
Prima Sonata FM
Radio Assunnah FM 92.3
DB Radio 90,8
PilaRADIO 88,6
RRI Pro 2 FM 97,5
Nuansa FM 104,2
Gita Suara FM 99,1
Swara Mulya Afrindo Rekatama FM 95,9
Cirebon FM 89,20
Ramanda 92,9 FM
Sindang Kasih 103,6 FM

Sebagai orang asli lahir dan gede di cirebon, diriku, putri asli daerah, akhirnya mengaku belum pernah mendaki gunung ini.. yah kepriben sich..alasana ana bae..  pegel, panas, adoh, mlaku pegel..mong ah ha ha ha.. banyak temen2 di sekolah dulu yang setelah mendaki gunung bawa oleh2 bunga apa sich yang namanya yang warnanya crean putih2 gitu...
kalo kamu mengaku orang cerbon asli pasti inget dong, di radio apa tuch.. lupa tiap hari ada cerita tentang nenek (apa tuch.. lupa yang ketawanya membahana menggelegar di radio)  lupa lupa ingat gitu... pulang sekolah gitu secara gak sengaja pasti dengerin cerita nenek.... (apa tuch ihhh lupa), kalo ga radio rumah sendiri, pasti dari radio tetangga sebelah yang disetel sekenceng2nya.. sampe ketawanya nenek serem itu sampe nembus kamar mandi rumah.

Gunung Ceremai
Gunung Ceremai dari arah Cigugur, Kuningan
Ketinggian 3078 m
Koordinat  6,53°LS 108,24°BT
Gunung Ceremai (seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakniKabupaten Cirebon,Kabupaten Kuningan danKabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.Posisi geografispuncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai(TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.

Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebutCiremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayahPasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat.

Gunung Ceremai termasuk gunungapi Kuarter aktif, tipe A (yakni, gunungapimagmatik yang masih aktif semenjak tahun 1600), dan berbentuk strato. Gunung ini merupakan gunungapi soliter, yang dipisahkan oleh Zona Sesar Cilacap – Kuningan dari kelompok gunungapi Jawa Barat bagian timur (yakni deretan Gunung Galunggung, Gunung Guntur, Gunung Papandayan, Gunung Patuha hinggaGunung Tangkuban Perahu) yang terletak pada Zona Bandung.
Ceremai merupakan gunungapi generasi ketiga. Generasi pertama ialah suatu gunungapi Plistosen yang terletak di sebelah G. Ceremai, sebagai lanjutan vulkanisma Plio-Plistosen di atas batuan Tersier. Vulkanisma generasi kedua adalah Gunung Gegerhalang, yang sebelum runtuh membentuk KalderaGegerhalang. Dan vulkanisma generasi ketiga pada kala Holosen berupa G. Ceremai yang tumbuh di sisi utara Kaldera Gegerhalang, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 7.000 tahun yang lalu (Situmorang 1991).

Letusan G. Ceremai tercatat sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga letusan 1772, 1775 dan 1805 terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Letusan uap belerang serta tembusanfumarola baru di dinding kawah pusat terjadi tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 – 7 Januari 1938 terjadi letusan freatik di kawah pusat dan celah radial. Sebaran abu mencapai daerah seluas 52,500 km bujursangkar (Kusumadinata, 1971). Pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah baratdaya G. Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara – barat laut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga sebelah barat G. Ceremai terjadi tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya terasa hingga Desa Cilimus di timur G. Ceremai.
Jalur pendakian[sunting | sunting sumber]

Puncak gunung Ceremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Akan tetapi yang populer dan mudah diakses adalah melalui Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab. Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Satu lagi jalur pendakian yang jarang digunakan ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di utara. Di kota Kuningan terdapat kelompok pecinta alam "AKAR" (Anak Kuningan Alam Rimba) yang dapat membantu menyediakan berbagai informasi dan pemanduan mengenai pendakian Gunung Ceremai.
Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ceremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan. Kini, sebagian besar hutan-hutan di bawah ketinggian … m dpl. dikelola dalam bentuk wanatani(agroforest) oleh masyarakat setempat.

Sebegaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah (submontane forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.

Lebih jauh, berdasarkan keadaan iklim mikronya, LIPI (2001) membedakan lingkungan Ciremai atas dataran tinggi basah dan dataran tinggi kering. Sebagai contoh, hutan di wilayah Resort Cigugur (jalur Palutungan, bagian selatan gunung) termasuk beriklim mikro basah, dan di Resort Setianegara (sebelah utara jalur Linggarjati) beriklim mikro kering.
Secara umum, jalur-jalur pendakian Palutungan (di bagian selatan Gunung Ciremai), Apuy (barat), dan Linggarjati (timur) berturut-turut dari bawah ke atas akan melalui lahan-lahan pemukiman, ladang dan kebun milik penduduk, hutan tanaman pinus bercampur dengan ladang garapan dalam wilayah hutan (tumpangsari), dan terakhir hutan hujan pegunungan. Sedangkan di jalur Padabeunghar (utara) vegetasi itu ditambah dengan semak belukar yang berasosiasi dengan padang ilalang. Pada keempat jalur pendakian, hutan hujan pegunungannya dapat dibedakan lagi atas tiga tipe yaitu hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas dan vegetasi subalpin di sekitar kawah. Kecuali vegetasi subalpin yang diduga telah terganggu oleh kebakaran, hutan-hutan hujan pegunungan ini kondisinya masih relatif utuh, hijau dan menampakkan stratifikasi tajuk yang cukup jelas.
Keanekaragaman satwa di Ceremai cukup tinggi. Penelitian kelompok pecinta alam Lawalata IPB di bulan April 2005 mendapatkan 12 spesies amfibia (kodok dan katak), berbagai jenis reptil seperti bunglon, cecak, kadal dan ular, lebih dari 95 spesies burung, dan lebih dari 20 spesies mamalia.
Beberapa jenis satwa itu, di antaranya:
Bangkong bertanduk (Megophrys montana)
Percil Jawa (Microhyla achatina)
Kongkang Jangkrik (Rana nicobariensis)
Kongkang kolam (Rana chalconota)
Katak-pohon Emas (Philautus aurifasciatus)
Bunglon Hutan (Gonocephalus chamaeleontinus)
Cecak Batu (Cyrtodactylus sp.)
Elang Hitam (Ictinaetus malayensis)
Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus)
Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)
Puyuh-gonggong Jawa (Arborophila javanica)
Walet Gunung (Collocalia vulcanorum) [masih perlu dikonfirmasi]
Takur Bultok (Megalaima lineata)
Takur Tulung-tumpuk (Megalaima javensis)
Berencet Kerdil (Pnoepyga pusilla)
Anis Gunung (Turdus poliochepalus)
Tesia Jawa (Tesia superciliaris)
Ceret Gunung (Cettia vulcania)
Kipasan Ekor-merah (Rhipidura phoenicura)
Burung-madu Gunung (Aethopyga eximia)
Burung-madu Jawa (Aethopyga mystacalis)
Kacamata Gunung (Zosterops montanus)
Trenggiling biasa (Manis javanica)
Tupai kekes (Tupaia javanica)
Kukang (Nycticebus coucang)
Surili Jawa (Presbytis comata)
Lutung Budeng (Trachypithecus auratus)
Ajag (Cuon alpinus)
Teledu Sigung (Mydaus javanensis)
Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis)
Macan Tutul (Panthera pardus)
Kancil (Tragulus javanicus)
Kijang (Muntiacus muntjak)
Jelarang Hitam (Ratufa bicolor)
Landak Jawa (Hystrix javanica)